Immovesting – CEO Cryptoquant, Ki Young Ju, baru-baru ini mengungkapkan pandangannya mengenai potensi pergerakan harga Bitcoin dalam beberapa bulan ke depan. Melalui unggahan di media sosial X, ia memperkirakan bahwa Bitcoin akan mengalami fase bearish atau bergerak sideways dalam jangka waktu enam hingga dua belas bulan ke depan. Prakiraannya ini memicu perdebatan di kalangan investor, yang kini terpecah antara mempertahankan aset mereka atau bersiap menghadapi kemungkinan penurunan harga yang lebih dalam.
Menurut Ki Young Ju, siklus bullish Bitcoin telah mencapai akhirnya. Ia menekankan bahwa berbagai indikator on-chain menunjukkan tanda-tanda melemahnya pasar. Salah satu indikasi yang diamati adalah berkurangnya aliran modal baru. Serta aksi jual yang dilakukan oleh investor besar dengan harga diskon. Ia juga mengungkapkan bahwa pengguna platform Cryptoquant yang telah berlangganan layanan peringatannya telah menerima informasi ini beberapa hari sebelum diumumkan secara publik.
Dalam unggahannya, Ki Young Ju menjelaskan bahwa peringatan ini didasarkan pada analisis utama terhadap beberapa indikator on-chain, seperti MVRV, SOPR, dan NUPL. Analisis ini menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk menghitung rata-rata pergerakan harga Bitcoin dalam 365 hari terakhir. Sinyal yang muncul dari analisis ini menunjukkan adanya titik balik dalam tren satu tahun terakhir, yang menandakan fase pasar yang lebih lemah.
Pernyataan Ki Young Ju mendapat beragam tanggapan dari komunitas kripto. Beberapa investor mempertanyakan apakah ini merupakan saat yang tepat untuk menyerah sebelum potensi pergeseran kekayaan yang lebih besar terjadi. Di sisi lain, sebagian pelaku pasar melihat situasi ini sebagai awal dari dominasi aset digital alternatif atau altcoin. Salah satu pengguna X bahkan menyebut bahwa “musim altcoin telah dimulai.”
Baca Juga : OJK Optimistis Perusahaan Akan Melakukan Buyback Saham
Dalam rangka memperkuat argumentasinya, CEO Cryptoquant menambahkan bahwa selama dua tahun terakhir ia telah mempertahankan pandangan bullish terhadap pasar kripto, bahkan ketika indikator menunjukkan batas kritis. Namun, kali ini ia merasa perlu mengubah perspektifnya berdasarkan data yang tersedia. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak akan mengambil posisi short terhadap Bitcoin dan masih tetap mempertahankan aset yang dimilikinya.
Seiring dengan pernyataan ini, harga Bitcoin memang mengalami penurunan signifikan. Dari rekor tertinggi USD 109.000 yang dicapai pada 20 Januari 2025, harga Bitcoin telah merosot sekitar 22%. Meskipun demikian, beberapa analis meyakini bahwa penurunan ini hanyalah bagian dari koreksi dalam siklus bullish Bitcoin. Menurut analisis dari Bitfinex, pola pergerakan harga Bitcoin dalam siklus empat tahunan masih menjadi faktor utama dalam menentukan arah pasar.
Dalam sejarahnya, koreksi seperti ini sering kali terjadi selama tren bullish dan biasanya mendahului kenaikan harga yang lebih kuat. Meskipun indikator teknis menunjukkan tekanan jual, data historis menunjukkan bahwa Bitcoin cenderung mengalami pemulihan setelah fase penurunan. Para analis juga menyoroti kisaran harga USD 72.000 hingga USD 83.000 sebagai level support utama yang bisa menjadi titik balik bagi Bitcoin.
Selain analisis teknikal, ada faktor lain yang turut mempengaruhi harga Bitcoin, salah satunya adalah peristiwa halving. Menurut Iliya Kalchev, analis dari Nexo, meskipun tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) Bitcoin telah menurun ke level terendah sebesar 8%, peristiwa halving tetap menjadi faktor fundamental yang dapat mendorong kenaikan harga dalam jangka panjang. Sejak halving terakhir yang terjadi pada April 2024, harga Bitcoin telah mengalami kenaikan lebih dari 31%.
Adopsi Bitcoin oleh investor institusional juga menjadi faktor kunci dalam pergerakan harga aset ini. Dengan kepemilikan Bitcoin melalui Exchange-Traded Fund (ETF) yang mencapai lebih dari USD 125 miliar, terlihat bahwa minat investor besar terhadap Bitcoin masih cukup kuat. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun pasar mengalami koreksi, dukungan dari institusi tetap menjadi elemen penting dalam menjaga stabilitas harga Bitcoin.
Selain faktor internal pasar kripto, Bitcoin juga terpengaruh oleh kondisi ekonomi global. Faktor-faktor seperti imbal hasil obligasi dan ketegangan geopolitik turut memengaruhi sentimen investor. Para analis memperingatkan bahwa ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut serta potensi perang dagang dapat memberikan tekanan tambahan pada pasar kripto. Namun, sebagian besar pelaku pasar tampaknya telah memperhitungkan risiko ini dalam strategi investasi mereka.
Meskipun harga Bitcoin sedang mengalami fase koreksi, banyak analis tetap optimistis terhadap prospek jangka panjangnya. Pola siklus historis, pengaruh peristiwa halving, serta minat investor institusional menjadi faktor utama yang mendukung potensi pemulihan harga di masa mendatang. Bagi sebagian investor, koreksi harga ini justru bisa menjadi peluang untuk masuk ke pasar sebelum tren bullish berikutnya kembali terjadi.
Simak Juga : Penyakit Ginjal: Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya